Penjelasan dari sebuah hadist:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara
yaitu : sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh. ” (HR Imam Muslim )
🎙 Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata :
“Di antara faidah hadits ini, bahwa tidak dipersyaratkan ilmu yang banyak dan berlimpah. Karena kata ilmu datang dalam bentuk nakirah. Bentuk nakirah menunjukkan makna umum. Yaitu ilmu tanpa ada batasan, maksudnya ilmu yang bermanfaat.
Ilmu itu akan bermanfaat bagimu setelah meninggal, bahkan seandainya engkau mengajarkan kepada seseorang satu sunnah shalat rawatib atau di antara sunnah yang dikerjakan atau dikatakan bacaan dalam shalat kemudian orang tersebut mendapat manfaat dengannya sepeninggalmu, maka pahalanya akan mengalir untukmu.
Sebagaimana yang saya katakan, sisi pendalilan dari hadits ini adalah mutlaknya ilmu yang bermanfaat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengatakan : Ilmu yang banyak. Sehingga setiap ilmu yang bermanfaat meski sedikit, maka pahala ilmu itu akan dicatat bagi seseorang setelah meninggalnya.
Sampai disini nukilan Syaikh dari Kitab Fathu Dzil Jalal Wal Ikram 4/480.
Hal ini tidaklah dengan maksud menghentikan langkah Anda untuk mencari ilmu – akan tetapi hendaklah kita berintrospeksi – dari ilmu yang telah dipelajari dan dipahami – berapakah yang sudah diamalkan dan didakwahkan ?
💻DINUKIL OLEH :
THOLIB ALGHUROBA ASAHAN